Sabtu, 13 Maret 2021

BUKAN MUSYRIFAH IDAMAN

 

Sejak kecil aku suka sekali ‘mengajarkan’ ilmu kepada orang lain (tapi aku bukan seorang guru dan bukan pula seorang ustadzah). Bagiku, dengan membagikan ilmu yang kita ‘miliki’ adalah salah satu cara murojaah ilmu kita, selain itu kita juga bisa belajar mengasah ketrampilan berbicara dengan orang lain (public speaking), menjaga ilmu (supaya tidak terlupa), dan masih banyak manfaat yang lainnya. Pertama kali ‘mengajar’ ketika aku duduk di kelas 4 atau 5 SD, atas permintaan tetangga untuk mengajari putra-putri mereka. Salah satu manfaat yang paling aku rasakan adalah pada saat ujian, aku tidak perlu sering mempelajari materi lagi karena hampir setiap hari aku sudah membaca, mempelajarinya dan kemudian mengajarkannya kepada yang lain. Inilah awal aku mulai menyukai dunia belajar mengajar, sampai akhirnya aku diminta untuk mengajar secara privat kepada sebagian di antara mereka. Hingga saat inipun, aku tetap ‘mengajar’. Aku sering diminta oleh teman-teman kantor untuk ‘mengajari’ mereka tentang beberapa hal. Di samping itu, saat ini aku juga menjadi seorang Musyrifah Bahasa Arab di Yayasan BISA, dunia yang tidak jauh dari kegiatan belajar mengajar.

Belajar adalah salah satu aktivitas yang aku sukai. Aku selalu mengejar segala sesuatu yang ingin aku pelajari. Bagiku, belajar itu tak mengenal batasan usia serta batasan waktu dan tempat. Kita bisa belajar kapanpun dan di manapun. Pada zaman yang serba canggih saat ini, belajar bisa dilakukan di rumah melalui media online. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini, media online sangat berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satunya adalah belajar bahasa Arab, banyak sekali pembelajaran bahasa arab online, tinggal kita mau atau tidak untuk belajar.

Pada mulanya aku ingin belajar bahasa Arab karena aku ingin bisa ‘mengajari’ putra bungsuku yang juga belajar bahasa Arab di sekolahnya. Aku adalah seorang ibu yang juga sekaligus ingin menjadi guru untuk anak-anakku ketika di rumah. Bagaimana aku bisa mengajari mereka bahasa Arab sementara aku tidak bisa sama sekali. Dari sinilah aku mulai mencari tempat belajar bahasa Arab.

Awal tahun 2015, aku menemukan tempat belajar bahasa Arab online melalui facebook. BISA, Belajar Islam dan Bahasa Arab, di sinilah pertama kali aku mengenal bahasa Arab. Aku masuk di angkatan 14. Qadarullah, di akhir proses belajar yang hanya tinggal selangkah lagi, aku mengundurkan diri dengan alasan sibuk (atau sok sibuk kali ya, futur ini namanya, tak patut dicontoh). Sebuah keputusan yang pada akhirnya aku sesali dan membuat sedih jika mengingat itu saat ini.

Pada akhir tahun 2017, seiring aku mulai mengenal Kajian Sunnah, Allah memberikan kemudahan kepadaku untuk bertemu kembali dengan bahasa Arab, baik yang offline maupun yang online, maa syaaAllah. BISA, aku bertemu dengannya kembali dan kali ini aku berada di angkatan 33, tepatnya kelas 33.34. Aku mengajak serta seorang teman dari kotaku, yang maa syaaAllah beliau ini sangat bersemangat dan rajin sekali. Terkadang aku cemburu dengan semangat dan rajinnya beliau. Setiap kali kami bertemu yang sering dibahas adalah bahasa arab, senang tapi sedikit mumet sih.

 Kali ini tujuanku belajar bahasa arab bukan lagi hanya sekedar agar bisa mengajari anak dalam belajar bahasa Arab. Sebagai seorang muslim, mempelajari bahasa Arab sudah merupakan suatu keharusan, karena Al Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat Yusuf ayat 2 yang artinya : “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”, lalu surat Asy-Syu’ara ayat 195 yang artinya : “dengan bahasa Arab yang jelas”, dan surat Az-Zumar ayat 28 yang artinya : “(ialah) Al Qur’an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya), supaya mereka bertakwa”. Jadi jelas sudah bahwa kita sebagai seorang muslim haruslah mempelajari bahasa Arab untuk memahami Al-Qur’an (dan hikmah-hikmah lainnya dalam hadits-hadits Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam), supaya kita bertakwa.

 Akupun berikhtiar, ingin istiqomah belajar ilmu agama, termasuk di dalamnya adalah belajar bahasa Arab dan ingin bisa  ‘mengajarkannya’ kepada yang lain. Maka mulailah aku mengejar impianku. Menjadi thalibah di beberapa tempat adalah salah satu usahaku mengejar impian itu, mulai dari BISA yang dibina oleh Ustadz Abu Razin atau Encang Irul, kemudian Mulakhos yang dibimbing oleh Ustadz Abu Muhammad Al Mutarjim, lalu Nadwa yang dibina oleh Ustadz Abu Kunaiza, dan beberapa program yang lainnya. Namun tidak mudah bagiku dalam menjalaninya, banyak sekali hambatan yang aku alami, futur adalah salah satunya, kemudian manajemen waktu yang amburadul karena kesibukanku sebagai abdi negara, dan gadget yang beberapa kali mengalami kerusakan. Ini seringkali aku alami. Tapi aku tetap maju terus.

Melawan nafsu diri sendiri itu adalah hal yang tersulit bagiku. Apalagi aku adalah seorang yang mudah bosan. Beberapa kali aku harus jungkir balik mengejar ketertinggalan tugas di beberapa program, bahkan ada yang tidak terkejar sama sekali sehingga akupun harus drop out dari program tersebut. Subhanallah. Hanya pertolongan dari Allah semata yang mampu membuatku bertahan hingga saat ini dengan segala keterbatasanku. Sebuah nasihat dari seorang ustadzah kepadaku, bahwa belajar bahasa arab itu harus sabar, banyak memohon ampunan dan pertolongan dari Allah, hal ini juga yang membuatku terus melangkah maju. Selain itu juga kehadiran teman-teman sesama pembelajar bahasa Arab yang selalu memberiku dukungan dan semangat, kami membuat sebuah grup kelompok pecinta bahasa arab (yang berawal dari Binreg 11), di sini kami saling mendukung dan menguatkan satu sama lain sampai kami sama-sama belajar di BINAR Aka 5. Imam Syafi'i rahimahullah berkata:

Tidak mungkin menuntut ilmu orang yang mudah bosan dan merasa puas jiwanya lantas ia berhasil meraih keberuntungan. Akan tetapi seseorang yang menuntut ilmu dengan kerendahan jiwa, kesempitan hidup dan berkhidmat untuk ilmu, maka dialah yang akan beruntung.”

 (Tadribur Rawi 2/584)

Mengajar merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dengan aktivitas belajar, karena bagaimana kita bisa mengajar jika kita tak pernah belajar, bukan? Seperti yang sudah aku jelaskan di atas, aku bertemu kembali dengan BISA dengan programnya Belajar Ilmu Sharaf untuk Pemula di angkatan 33. Alhamdulillah, Allah memberikan  kemudahan kepadaku dalam menuntut ilmu bahasa Arab kembali dan lulus dengan predikat mumtazaah, maa syaaAllah tabarakallahu. Karena aku tidak ingin kehilangan ilmu yang aku pelajari, aku pun berniat mengajukan diri untuk mengikuti bimbingan musyrifah dan lulus menjadi musyrifah di BISA.

Tugas seorang musyrifah sebenarnya adalah membimbing thalibah baru. Namun, dalam perjalanannya menjadi seorang musyrifah, ada saat-saat di mana kita ‘harus mengajarkan’ ilmu yang telah kita dapatkan sebelumnya kepada para thalibah. Maka, seorang musyrifah juga harus terus belajar, tidak boleh berhenti. Mengasah diri meskipun harus melawan lupa. Iya melawan lupa, inilah aku. Aku bisa mudah dan cepat menerima materi, qadarullah mudah pula lupa. Karena itulah aku ingin terus belajar dan menjadi musyrifah sebagai muroja’ah selain ingin bermanfaat untuk orang lain juga.

Pertama kali aku menjadi musyrifah adalah di BISA angkatan 35 dan mengampu kelas 35.20 (ini adalah kelas paling berkesan selama perjalananku menjadi musyrifah, insyaaAllah akan aku tuturkan nanti). Jujur saja, saat pertama kali menjadi musyrifah, ilmu sharafku masih acak kadut, masih banyak yang belum aku pahami dengan baik. Namun, alhamdulillah, aku mendapat partner yang maa syaaAllah sangat aktif dan sangat cekatan, akupun terbawa dengan irama itu. Dan alhamdulillah, selama aku menjadi musyrifah, aku selalu mendapat partner yang rajin-rajin, cerdas dan cekatan. Mulai dari BISA aka 35, 36, 37, lalu sempat berhenti karena menjadi musyrifah di BINREG Aka 12, kemudian kembali lagi ke BISA aka 41, 42 dan 44, serta SHAUM 3 dan 4. Inilah mungkin salah satu bentuk pertolongan dari Allah. Maa syaaAllah, laa hawla walaa quwwata illa billah.

Demikian pula dengan muraqibah atau yang biasa kita sebut dengan mq, di BISA pula aku bertemu dengan para mq yang sangat cekatan, cerdas, menjunjung tinggi disiplin, tegas namun lembut hatinya, maa syaaAllah. Oh iya, muroqibah itu adalah pengawas, yaitu yang mengawasi jalannya Kegiatan Belajar Mengajar supaya tetap kondusif. Wallahu a’lam. Saat ini aku memang hanya menjadi musyrifah di Yayasan BISA saja, tidak di tempat lain atau di program yang lain. Hal itu semata-mata karena aku ingin fokus pada satu program saja, takut tidak bisa mengatur waktu dengan baik dan tidak mampu memenuhi amanah dengan baik.

Musyrifah idaman, ini adalah istilah teman-temanku yang tergabung dalam kelompok/keluarga pecinta bahasa arab, julukan untuk seorang musyrifah yang menjadi idaman para thalibah dengan kriteria musyrifah yang lembut, sabar, telaten, intinya bukan musyrifah yang galak, hehehe. Mungkin istilah lainnya musyrifah favorit kali ya. Aku? Aku memang bukan musyrifah yang galak...ehemm, namun aku juga bukan seorang musyrifah idaman karena keterbatasan kemampuanku.

Aku sangat menyadari kemampuanku dalam memahami bahasa Arab yang bisa dibilang agak tertinggal dibandingkan dengan teman-temanku yang lain. Alhamdulillah ‘ala kulli haal. Namun, aku selalu ingat pesan seorang guru / ustadzah / musyrifah / muraqibah bahasa Arabku baik yang online maupun yang offline bahwa kita harus bersabar dan selalu memohon ampunan dan pertolongan Allah. Karena siapa tahu kebebalan kita itu disebabkan oleh salah satunya adalah dosa-dosa kita di masa lalu. Wallahu a’lam. Meski demikian, aku sangat mencintai aktifitasku sebagai seorang musyrifah dan tentunya juga sangat mencintai semua thalibah yang pernah kubimbing mulai dari awal menjadi musyrifah hingga saat ini.

Aku bukan musyrifah idaman, bukan pula seorang musyrifah yang sangat rajin. Dan maa syaaAllah selama aku menjadi musyrifah, aku sering mendapatkan thalibah yang rajin-rajin dan cerdas-cerdas. Sebuah anugerah yang sangat indah, ketika belajar aku dipertemukan dengan musyrifah yang rajin dan ketika menjadi musyrifah, aku dipertemukan dengan thalibah yang rajin, padahal diri ini sangat jauh dari kata rajin. Astaghfirullah. Sampai seorang muroqibah di mana aku sering bergabung dalam kelompok beliau mengatakan, ini merupakan rizkiku dari Allah. Maa syaaAllah.

Semua kelas yang pernah aku ikuti, baik sebagai thalibah maupun musyrifah, khususnya di BISA adalah sangat berkesan bagiku. Bertemu dengan para penuntut ilmu yang sangat semangat dan rajin dalam menuntut ilmu itu adalah merupakan anugerah yang sangat indah. Semoga kelak aku bisa bertemu dengan mereka dan berkumpul dengan mereka sampai ke Jannah-Nya. Aamiin. Dan selama perjalananku menjadi musyrifah, salah satu kelas yang paling berkesan dan tak terlupakan adalah BISA angkatan 35, yaitu kelas 35.20. Kelas ini adalah kelas pertamaku menjadi seorang musyrifah dan sekaligus perekap nilai (petugas yang merekap nilai thalibah). Paling berkesan karena cinta pertama kali ya...eeaaa. Bukan, bukan itu.

Di kelas ini, aku mempunyai pengalaman yang luar biasa bersama seorang thalibah. Thalibahnya menjadi juara? Qadarullah tidak. Sebut saja namanya Fulanah (maaf, aku tidak menyebut nama karena belum meminta ijin beliau), thalibah dari Yogyakarta. Seorang thalibah yang sangat rajin, mengumpulkan wajibat selalu di awal waktu dan selalu mumtaaz. Qadarullah, saat beliau mengikuti pembelajaran bahasa arab di BISA, beliau dalam kondisi hamil tua (tinggal nunggu brojolnya aja), maa syaaAllah, dan ini adalah kehamilannya yang pertama. Meski demikian, beliau sangat rajin dan tetap bersemangat. Setiap perkembangan kondisi kehamilannya, beliau selalu menyampaikan apa yang dirasakannya kepadaku. Sejak pekan ke-5, beliau sudah mulai mengalami kontraksi, hingga tibalah saat Try Out, dan...beliau bersalin saat try out, maa syaaAllah. Jadi di antara kontraksi dan proses persiapan persalinannya, beliau tetap mengerjakan Try Out dengan dibantu suaminya. Kami, para musyrifah dan muraqibah saat itu ikut deg-degan, padahal kami saling berjauhan. Tak henti-hentinya, kami mendo’akan beliau, maa syaaAllah. Satu lagi yang membuatku terharu adalah, seringnya kami, para penuntut ilmu yang semoga dalam perlindungan Allah, saling mendo’akan dan saling peduli, ikut bahagia ketika ada yang bahagia, ikut merasa sedih ketika ada yang mendapat musibah. Aku mencintai mereka (thalibah, teman musyrifah dan muraqibahku) karena Allah. Maa syaaAllah.

Hal yang paling aku ingat saat itu adalah saat beliau mengatakan kepadaku melalui chat di Whatsapp bahwa beliau tetap ingin mengerjakan Try Out saat itu juga, beliau tidak ingin berhenti di tengah jalan, ingin menuntaskan saat itu juga, karena kalau menundanya beliau takut tidak ada umur, maasyaaAllah, inilah hal yang sangat membuatku tercambuk dan malu. Aku pernah berhenti belajar bahasa arab tepat saat try out hanya karena alasan sibuk. CATATAN BESAR UNTUKKU. Karena itulah setiap kali aku mengalami hambatan atau futur, aku selalu ingat peristiwa ini. Hambatan apalagi futur yang aku alami tidaklah sebanding dengan apa yang thalibahku alami saat itu. Maa syaaAllah baarakallahu fiihaa. Atau setiap ada thalibahku yang lain yang ingin mengundurkan diri, aku akan menceritakan peristiwa ini kepada mereka dan berharap mereka bisa mengambil ibrah dari peristiwa ini.

Setelah menjadi musyrifah, apakah aku berhenti belajar? Tentu saja tidak. Aku tetap melanjutkan impianku, belajar ilmu agama, karena ini adalah kewajibanku sebagai seorang muslim.

Rasulullah  shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.”

(Hadit shahih, Riwayat Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul iman, lihat shahiihul jaami’ no. 3913) – dikutip dari buku Cara Sistematis Menghafal Hadits (Program JODOH).

Setelah belajar sharaf di BISA Aka 33, kemudian menjadi musyrifah BISA di Aka 35, 36 dan 37. Sembari menjadi musyrifah, akupun melanjutkan belajar sharaf di SHAUM Aka 2 (salah satu program premium dari Yayasan BISA) dan alhamdulillah tidak lama kemudian belajar nahwu di Binreg Aka 11. Lalu setelah lulus Binreg, aku memutuskan menjadi musyrifah Binreg di Aka 12. Kemudian belajar nahwu lagi di BINUM Aka 8, ini juga program premium atau berbayar.

Hampir semua proses belajarku di BISA, aku iringi dengan menjadi musyrifah, kecuali di BINAR, ketika menjadi thalibah di BINAR Aka 5 (saat aku menulis ini, aku sedang mengerjakan Tugas Individu yang terakhir, insyaaAllah kami akan segera menyusun e-book sebagai Tugas Akhir), aku mengurangi frekuensi aktifitas kemusyrifahanku, karena selain kesibukanku sebagai abdi negara dan jadwal BINAR yang sangat padat -di mana kami mengerjakan tugas kelompok dan tugas individu setiap pekannya- aku juga mempunyai tanggung jawab yang tidak mudah bagiku, yaitu menjadi Korlas sekaligus menjadi Editor TUKEL (tugas kelompok). Tidak mudah karena ini seperti memikul nasib seluruh anggota di kelas kami.

Di pekan-pekan awal, setiap kali mengerjakan tugas sebagai Editor, pikiranku pun tidak bisa lepas dari beban itu, takut kena DO sekelas. Hingga akhirnya aku pun jatuh sakit saat menyelesaikan TUKEL di salah satu pekan, qadarullah, asam lambungku naik lumayan parah saat itu, hingga aku rasakan panas hingga ke tenggorokan dan sesak nafas. Jadi aku mengerjakan tugas, kuselingi dengan berbaring ketika sesak nafas, dan aku lanjutkan lagi ketika sudah agak enakan. Begitu pula saat mengerjakan TUIN, aku selalu bertekad untuk menyelesaikannya, karena aku tidak ingin kena DO di BINAR, kalau bukan sekarang, aku takut tidak ada umur kalau menundanya. Alhamdulillah, lagi-lagi Allah mempertemukanku dengan teman-teman thalibah dan para musyrifah yang maa syaaAllah begitu saling mendukung, rajin dan bersemangat. Sehingga di pekan-pekan berikutnya, aku sudah merasa sedikit tenang dan menjadi ringan langkahku.

Selama belajar di BINAR, aku juga menjadi musyrifah di SHAUM Aka 4 dan BISA Aka 44. Selain itu juga, aku masih belajar bahasa arab dan ilmu agama lain di program lainnya. Beberapa kali aku menolak untuk menjadi musyrifah, karena takut tidak bisa amanah. Selama aku mengikuti BINAR, tugas kemusyrifahanku sedikit terhambat dan aku merasa bersalah kepada para thalibahku, semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahanku ini. Dan qadarullah, gadgetkupun bermasalah saat itu. Tapi, aku tidak mau menyerah begitu saja, karena aku yakin Allah pasti menolong hambanya yang terus berusaha, dan tidak mudah menyerah. Meski aku bukanlah musyifah idaman.

Alhamdulillah, di usiaku yang berkepala empat ini, Allah memberikan kemudahan kepadaku untuk belajar bahasa arab, bahasa yang mulia ini, dan memberiku kesempatan untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dengan menjadi musyrifah. Usia bukanlah menjadi penghalang dalam menuntut ilmu. Jangan pernah berhenti belajar, meskipun sudah menjadi musyrifah / pengajar. Sampai umur kita habis pun, niscaya ilmu tersebut belum mampu kita pelajari semuanya.

Sebenarnya masih banyak pengalamanku sebagai musyrifah yang ingin aku tuliskan, insyaaAllah akan aku tulis di lain kesempatan. Semoga Allah mudahkan. Dan semoga yang sedikit ini akan bermanfaat untuk dijadikan pelajaran bagi siapa saja yang membacanya.

Mojokerto, 27 Februari 2021

❋❋❋❋

 

 

Ummu ‘Adi. Seorang ibu yang bercita-cita ingin menjadi guru di masa kecilnya, yang selalu ingin meraih cinta dan keridhoan Allah dengan menjadi seorang penuntut ilmu di tengah keterbatasan dan kesibukannya sebagai abdi negara. Yang pernah futur dalam belajar, tapi selalu ingin bangkit dari kegagalannya. Semoga Allah senantiasa meridhai langkahku dalam menuntut ilmu. Aamiin.

AKU DAN CADARKU

Bismillah...

Tahun 2010 adalah pertama kali aku dekat (secara lokasi) dengan 'komunitas bercadar' dan 'bercelana cingkrang', 'afwan ini istilah teman-teman kantorku saat itu. Qadarullah saat itu kantorku dipindah dari lingkungan perkantoran ke tempat yang dekat Masjid Sunnah di kotaku (ehmm...saat itu masjid ini hanya terbuat dari bambu dan jerami, maa syaaAllah sekarang sudah bagus dan ada sekolah dasarnya juga). Tidak sedikit di antara teman-temanku yang beranggapan miring terhadap mereka, bahkan ada yang menganggap mereka adalah kelompok teroris. Aku? Tidak, alhamdulillah, bahkan terkadang aku tidak segan-segan membela mereka di hadapan teman-temanku, hal ini aku lakukan karena aku selalu menghormati siapapun dengan pilihan mereka, termasuk kepada 'komunitas' tersebut. Inilah pemikiranku saat itu, terlepas tentang kebenaran tentang cadar bagiku, karena saat itu aku masih awam tentang ini. Dan maa syaaAllah, Allah justru mendekatkanku kepada mereka dengan cara-Nya.
Berawal dari perdagangan atau jual beli (salah satu hobiku adalah jual beli barang, banyak belinya kali ya : D), aku mulai mengenal mereka satu per satu. Yang pada akhirnya membuatku merubah penampilan dengan pakaian yang longgar dan jilbab panjang. Aku sudah ikut kajiannya? belum, qadarullah. Bukan karena tidak ingin, tapi merasa 'sok sibuk' saat itu. Subhanallah.
Tahun 2016, Allah menggerakkan hatiku dengan mulai mengenal kajian sunnah bersama putriku (yang justru terlebih dahulu mengenal kajian salaf di masjid itu), yang sampai pada akhirnya hatiku mulai tertarik dengan cadar. Awalnya aku memakai masker kalau ke luar rumah, masih belum PD kalau bercadar. Memakai jilbab yang menutup dada saat ngantor aja sudah ada yang bilang kayak 'mlijo' (tukang jual sayur), apalagi jika bercadar, entah apa yang akan mereka katakan kepadaku nanti, demikian anggapanku saat itu.
Kurang lebih sekitar tahun 2017, akupun mulai menggunakan cadar (masih buka tutup juga sih), kalau ngantor aku masih menggunakan masker. Tentu berbeda ya saat itu dengan sekarang, kalau saat itu, jika ada yang menggunakan masker tidak pada 'tempatnya' saja sudah jadi bahan gunjingan dan olokan (sekarang? bisa kita lihat, semuanya bermasker, maa syaaAllah). Bahkan, aku pernah dipanggil bapak Kepala Kantorku untuk berdialog masalah pakaianku saat itu dan perilakuku yang tidak mau bersalaman dengan ikhwan. Dan Alhamdulillah, Allah mudahkan aku untuk menjelaskan semuanya kepada beliau dan juga karena memang tidak ada aturan yang melarang, jadi beliau tidak bisa melarangku untuk berpakaian syar'i ketika bekerja.
Oh iya, hal pertama yang aku rasakan ketika pertama kali bercadar itu adalah...adem..nyaman..seperti merasa terlindungi. Dan aku ingat betul, pertama kali aku menggunakan cadar itu saat ziarah ke ibuku ke luar kota. Dan aku makin cinta dengan cadarku.
Tahun 2019, Allah mudahkan aku lagi untuk memutuskan bercadar full ketika ke luar rumah, termasuk ketika bekerja. Tanggapan keluarga? Alhamdulillah positif karena di dalam keluarga besarku, aku ini dikenal sebagai 'orang yang kuat memegang prinsip' (baca : keras kepala : D), maa syaaAllah tabarakallah, jadi mereka beranggapan bahwa jika aku melakukan sesuatu pastilah aku mempunyai alasan untuk itu.
Di lingkungan kantor? beraneka macam tanggapannya, ada yang menggunjing, namun ada pula yang membelaku sebagaimana yang pernah aku lakukan sebelumnya. Salah satu yang membelaku adalah atasanku (atasanku ini masih baru pindah ke tempat kami, seorang ibu yang enerjik namun belum mengenal sunnah, maa syaaAllah baarakallahu fiihaa, semoga Allah memberikan hidayah kepadanya). Saat itu aku bilang ke beliau, bahwa aku lebih nyaman kalau memakai cadar, bukan masker seperti ini, dan maa syaaAllah beliau menjawab begini, "Kalau memang sampeyan (bahasa Jawa : artinya kamu) lebih nyaman pake cadar, kenapa nggak pake cadar aja?", Maa syaaAllah...aku cukup tercengang beberapa saat dengan jawaban beliau saat itu karena ini jawaban yang cukup langka di lingkungan perkantoran.
Pernah suatu ketika, aku ditugaskan menghadiri rapat koordinasi yang qadarullah dihadiri oleh para pejabat pucuk pimpinan di Kabupaten kami. Dan setelah rapat selesai, seorang pejabat kepegawaian memanggilku, deg, ada apa ya, tidak biasanya ada pejabat tinggi yang memanggilku (karena aku hanya seorang staf biasa). "Eh, begini, mbak Eka. Kami dari kepegawaian tidak melarang kalau ada pegawai yang berniqob, tapi tolong seragamnya juga menyesuaikan, atasannya supaya dipanjangkan supaya terlihat seragamnya, tidak tertutup dengan jilbabnya (inilah salah satu hal yang membuatku termotivasi untuk bisa menjahit pakaianku sendiri)," beliau mengatakan ini sambil memelukku (jangan bayangkan beliau seorang lelaki ya : D, beliau perempuan, gaess). Maa syaaAllah baarakallahu fiihaa, Alhamdulillah, tak henti-hentinya aku bersyukur kepada Allah atas nikmat ini. Selama perjalanan kembali ke kantor, air mataku tak mampu kubendung, aku menangis atas semua nikmat dari
Allah sementara diri ini masih berlumuran dosa. Hal inilah yang menjadi salah satu penyemangatku dalam menjalankan perintah Allah untuk menutup wajah di depan ajnabi.
Lalu bagaimana tanggapanku ter gunjingan atas cadarku? selama aku mempunyai hujjah atas suatu amalan termasuk tentang bercadar, insyaaAllah, aku akan tetap tenang, sabar, dan tetap mengamalkannya sesuai Sunnah semampuku, maa syaaAllah tabarakallahu, semoga Allah mudahkan aku untuk istiqomah. Pernah juga ada wacana larangan bercadar di lingkungan kantor pemerintahan (seorang pejabat yang menyampaikannya kepadaku), dan aku katakan kepada beliau saat itu, kalau memang akan ada larangan seperti itu, insyaa Allah aku akan mengundurkan diri (semoga Allah memudahkan urusanku ini). Bahkan, jika saat itu, aku dipanggil lagi oleh Kepala Kantorku, InsyaaAllah aku akan tetap pada pendirianku. Maa syaaAllah...
Demikian sekelumit cerita tentang aku dan cadarku. Semoga Allah senantiasa memudahkan aku dan akhawaati yang bercadar untuk tetap Istiqomah di jalan yang hak ini dan semoga yang kita lakukan ini menjadi penghapus dosa-dosa kita dan Allah meridhoinya ...aamiin..
Baarakallahu fiikum...

Sabtu, 14 November 2015

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 01 Shafar 1437 H / 13 November 2015 M
📝 Materi Tematik
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
🔉 Bahagia Dengan Membahagiakan Oranglain
📺 Video Source
https://www.youtube.com/watch?v=zOdAru1qIfo
⬇ Download Audio
https://drive.google.com/open?id=0B1e0BM9z9hzYaTEyV3A2Tmt5UjQ
--------------------

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwanī rahimanī wa rahimakumullāh, para pemirsa yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'ālā, semoga rahmat Allāh senantiasa meliputi saya dan anda sekalian.

Sebagian orang telah memiliki harta yang banyak, telah diberi kemewahan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'ālā, telah dimudahkan rizqinya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'ālā, namun mereka tidak merasakan kebahagiaan.

Sebenarnya Allāh Subhānahu wa Ta'ālā telah menunjukkan banyak cara dan kiat-kiat untuk meraih kebahagiaan karena ternyata terbukti kebahagiaan bukan diukur dengan harta, kemewahan, ketenaran, akan tetapi ada perkara-perkara lain yang bisa menjadikan orang berbahagia.

Terutama kita berbicara sekarang tentang orang-orang yang memiliki harta yang banyak.

Bagaimana mereka bisa meraih kebahagiaan?

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah menjelaskan dalam suatu hadits :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما : ( أَنَّ رَجُلا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ ؟ وَأَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ - يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ - شَهْرًا ) رواه الطبراني (12/453) وصححه الألباني في "صحيح الترغيب" ( 955 )

Amalan yang paling dicintai Allāh Subhānahu wa Ta'ālā yaitu rasa senang yang engkau masukkan ke dalam hati seorang muslim atau engkau hilangkan rasa laparnya atau engkau lunaskan hutang-hutangnya atau engkau hilangkan kesulitannya. Sesungguhnya aku menemani saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya lebih aku sukai daripada aku i'tikaf di Masjid Nabawi selama 1 bulan.

Luar biasa, Allāhu Akbar!

Bagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyatakan Beliau berjalan menemani saudaranya untuk memenuhi kebutuhannya lebih Beliau sukai daripada i'tikaf di Masjid Nabawi selama sebulan, kenapa demikian?

Karena menolong oranglain, menyenangkan hati oranglain, menghilangkan rasa laparnya, membantu mengatasi kesulitannya adalah amalan yang sangat dicintai Allāh Subhānahu wa Ta'ālā.

Dan amalan inilah yang akan memasukkan kebahagiaan dalam hati pelakunya, benar, akan memasukkan kebahagiaan dalam hati pelakunya.

Ada seorang shahabat yang datang menemui Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
يشكو قسوة قلبه , قال : أتحب أن يلين قلبك ?

Dia mengeluhkan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang kerasnya hatinya, dia tidak merasakan bahagia, dia merasakan kekerasan/kekakuan dalam hatinya.

Maka apa jawaban Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam?
إن أردت تليين قلبك , فأطعم المسكين و امسح رأس اليتيم “ (قال الألباني في “السلسلة الصحيحة” 2 / 533 : أخرجه أحمد ( 2 / 263 ))

Jika engkau ingin hatimu menjadi lembut, bahagia, tenang maka kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Berikanlah makanan kepada fakir miskin dan usaplah tanganmu dikepala anak yatim".

Apa hubungannya antara memberi makan kepada fakir miskin dan mengusap kepala anak yatim dengan kelembutan hati dan kebahagiaan?

Ingatlah bahwasanya ada kaidah yang sangat agung yang telah dijelaskan oleh para ulama :
الجزاء من جنس العمل

Balasan sesuai dengan amal perbuatan seorang hamba.

Jika seseorang hamba berusaha menyenangkan hati oranglain, memikirkan kesulitan yang dihadapi oranglain, berusaha untuk menyenangkan hatinya dan memasukkan kesenangan dalam hatinya, maka Allāh akan masukkan kesenangan dalam hatinya.

Jika dia berusaha memasukkan kebahagiaan dalam hati oranglain maka Allāh akan memberikan kebahagiaan dalam dirinya.

Oleh karena kita dapati sebagian orang, dia berusaha berletih-letih, berpayah-payah pergi ke tempat yang jauh untuk membantu kaum muslimin, membawakan bantuan, mengumpulkan dana untuk diberikan kepada kaum muslimin, dan dia tidak pernah capai padahal itu pekerjaan yang sangat berat, bahkan mungkin dia tidak mendapatkan dunia sepeserpun, akan tetapi kenapa dia bisa betah melakukan itu semua?

Karena ada kebahagiaan yang dia dapatkan. Allāh yang memasukkan kebahagiaan dalam dirinya.

Oleh karenanya manusia yang paling bahagia di atas muka bumi ini adalah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kenapa?

Karena Beliau adalah orang yang paling memikirkan ingin membahagiakan oranglain.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'ālā:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ (التوبة ١٢٨)

Rasūlullāh merasa sangat berat.

Apa yang memberatkan kalian, para shahabat dan kaum muslimin terasa berat oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Oleh karenanya, Khadijah radhiyallāhu Ta'ālā 'anhā pernah berkata kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam Shahih Bukhari:
كلا، أبشر، فوالله لا يخزيك الله أبدا؛ إنك لتصل الرحم، وتصدق الحديث، وتحمل الكل، وتقري الضيف، وتعين على نوائب الحق".

Sekali-kali tidak, bergembiralah wahai suamiku, Allāh tidak akan menghinakan engkau.

Kenapa?
Karena engkau senantiasa jujur berkata, engkau senantiasa menyambung silaturahmi, menyenangkan keluarga, menyenangkan kerabat, engkau senantiasa membantu orang yang belum bisa mandiri, engkau bekerja dan hasilnya engkau berikan kepada orang yang tidak mampu, engkau memuliakan tamu, dan engkau membantu orang-orang yang terkena musibah.

Ini sifat dasar Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, bagaimana dia berusaha menyenangkan hati orang lain.

Bahkan disebutkan dalam hadits tatkala Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam didatangi oleh seorang budak Jariyah kemudian ditariklah tangan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Nabi membiarkan tangannya dibawa apa yang dikehendaki oleh budak kecil wanita tersebut.

Kenapa?
Karena Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin memasukkan kebahagiaan dalam hati oranglain.

Tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang paling berusaha akan hal ini, maka jadilah Beliau adalah orang yang paling bahagia.

Karenanya, jika anda diberi kelebihan harta dan rizqi maka sumbangkanlah sebagian harta tersebut kepada orang-orang miskin, kepada orang-orang yang membutuhkan, masukkan kebahagiaan ke dalam dada-dada mereka niscaya Allāh akan membahagiakan engkau.

Yakinlah akan hal itu.
الجزاء من جنس العمل

Bahwasanya balasan sesuai dengan amalan seorang hamba.

Bagaimana seseorang akan dibiarkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'ālā dan bahagia sementara dia pusing memikirkan bagaimana bisa membahagiakan orang, saudaranya, kaum muslimin yang lain?

Maka Allāh akan memberikan/memasukkan kebahagiaan dalam dirinya.

Demikian.

و الله تعالى أعلم بالصواب
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________________
📦 Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

🌐 Website:
http://www.bimbinganislam.com
👥 Facebook Page:
Fb.com/TausiyahBimbinganIslam
📣 Telegram Channel:
Telegram.me/TausiyahBimbinganIslam
📺 TV Channel:
http://BimbinganIslam.tv


Rabu, 14 Oktober 2015

RESEP DONAT KENTANG


Bahan:
- 350 gr kentang
- 350 gr tepung terigu protein tinggi
- 1/2 bks ragi instan
- 2 btr kuning telur
- 40 gr susu bubuk
- 60 gr gula halus (gula pasir jg bs)
- 4 sdm mentega
- 50 ml air es
- vanili bubuk secukupnya
- garam secukupnya
- minyak goreng secukupnya

Topping:
- gula donat/dcc/meises/keju parut dll sesuai selera

Cara membuat:
1. Kentang dikupas dan dikukus sampai matang. Haluskan selagi panas. Biarkan sampai dingin.
2. Campur tepung, ragi instan, susu bubuk, vanili dan gula. Aduk rata.
3. Masukkan kuning telur, garam dan kentang kukus. uleni merata..
4. Masukkan air sedikit demi sedikit sambil diuleni sampai setengah kalis.
5. Mentega dimasukkan dan diuleni kembali sampai kalis.
6. Diamkan adonan dan tutup dengan plastik atau lap basah selama 15 menit sampai mengembang.
7. Potong2 adonan seberat 40 gr,  bulatkan.
8. Diamkan lagi selama 30 menit sampai mengembang.
9. Lubangi tengahnya atau cetak dengan cetakan donat.
10. Goreng sampai kuning kecoklatan. Angkat dan tiriskan. Biarkan dingin.
11. Setelah dingin,  beri toping. Kalau saya suka hanya ditaburi dengan gula donat.

RESEP MUFFIN MUDAH



Resep ini aku dapatkan dari seorang teman (Fara Puspita Sari) dan dah aku praktekkan...hasilnya seperti gambar di atas...n rasanya yummy...silahkan mencoba..

Bahan kering :
* 220 gr tepung terigu
* 40 gr cocoa (kalau mau rasa keju cocoa disubstitusi jadi terigu)
* 1 sdm double acting Baking Powder
* 200 gr gula kastor (gula halus)
*1 sdt garam
aduk, campur rata (bisa diayak dulu)

Bahan basah :
* 120 gr susu cair
* 60 gr minyak sayur
* 2 btr telur
* vanilla extract (optional)

Bahan isian:
* 100 gr choco chip/keju cheddar diparut/selai/kacang mete dsb (sesuai selera)

Cara membuat:
# Campur bahan basah, aduk2 sampai rata.
# Masukkan bahan basah ke bahan kering, aduk rata.

# masukkan bahan isian.
# aduk2.
# masukkan ke dalam cup paper atau cetakan muffin yg sdh dioles mentega setinggi +/- 3/4 cetakan

# panggang dengan suhu 180˚ api atas bawah selama 25-30 mnt sampai matang.

Kamis, 27 Maret 2014

Poli HD

14 Juli 2013 pukul 20:35
Karena dirimu....aku ada di sini. Mengenal berbagai macam karakter orang dari berbagai macam latar belakang. Orang-orang yang tidak sempurna karena sesuatu yang tidak  mereka inginkan. Sebagian ada yang ikhlas menerima cobaan itu, dan sebagian ada pula yang marah, tidak bisa menerima kondisinya saat ini, menganggap bahwa Tuhan tidak lagi bersahabat dengan dirinya.

Hidup mereka bergantung pada sebuah mesin. Kalau ingin terus hidup, ya harus ber'sahabat' dengan mesin itu. Kalau tidak...maut akan datang menjemput (pernyataan ini terlepas takdir dari Tuhan, karena takdir Tuhan adalah pasti termasuk kematian dan apapun yang terjadi semua atas seijin Alloh). Mereka seperti 'robot' yang harus rutin dicharge...karena kalau tidak...mati. Kematian terasa begitu dekat di sini.

Di sini...aku juga belajar arti cinta yang sesungguhnya. Cinta kepada Alloh...juga cinta kepada manusia. Ada yang meninggalkan dan ada yang ditinggalkan. Ada yang pergi.....ada yang datang. Ada tangis...ada tawa. Ada sedih...ada bahagia. Kematian...adalah hal yang biasa. Tidak lagi ada tangisan jika ada yang meninggal, itu adalah hal yang biasa, lumrah. Semua yang ada di sini menunggu giliran .... untuk mati. Pekan lalu pak A, pekan ini ibu B dan bapak C, begitu seterusnya. Tiap pekan hampir selalu ada yang kembali 'pulang'.

Di sini juga, aku belajar tentang kesabaran, keihklasan dan semangat hidup. Dengan keterbatasan fisiknya, mereka tetap semangat ingin hidup. Seolah-olah ingin mengatakan, "Aku masih ingin hidup, ya Robb! Jangan ambil nyawaku!"

Apakah kalian tahu siapa mereka? Ya, mereka adalah penderita Cronic Kidney Diseas (semoga tidak salah ejaannya) atau disebut juga Gagal Ginjal. Yah, inilah Poli Hemodialisa RSU Dr. Soetomo, Surabaya. Di sinilah tiap Rabu dan Sabtu, suamiku menjalani Hemodialisis (proses cuci darah) karena beliau adalah salah satu dari  mereka di Poli HD ini.

Kamis, 25 Oktober 2012

Sekilas SPIP

Sumber : www.bpkp.go.id

Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP adalah:

"Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan."


Keempat tujuan tersebut di atas tidak perlu dicapai secara khusus atau terpisah-pisah. Dengan kata lain, instansi pemerintah tidak harus merancang secara khusus pengendalian untuk mencapai satu tujuan. Suatu kebijakan atau prosedur dapat saja dikembangkan untuk dapat mencapai lebih dari satu tujuan pengendalian.

Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu:
  1. Lingkungan pengendalian
  2. Penilaian risiko
  3. Kegiatan pengendalian
  4. Informasi dan komunikasi
  5. Pemantauan pengendalian intern
Keterkaitan kelima unsur sistem pengendalian intern dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Gambar tersebut menjelaskan bahwa kelima unsur pengendalian intern merupakan unsur yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena itu, yang menjadi fondasi dari pengendalian adalah orang-orang (SDM) di dalam organisasi yang membentuk lingkungan pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai instansi pemerintah.

Penyelenggaraan unsur lingkungan pengendalian (delapan sub unsur) yang baik akan meningkatkan suasana lingkungan yang nyaman yang akan menimbulkan kepedulian dan keikutsertaan seluruh pegawai. Untuk mewujudkan lingkungan pengendalian yang demikian diperlukan komitmen bersama dalam melaksanakannya. Komitmen ini juga merupakan hal yang amat penting bagi terselenggaranya unsur-unsur SPIP lainnya.

Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 yang menjadi sub unsur pertama dari lingkungan pengendalian adalah pembangunan integritas dan nilai etika (sub unsur 1.1) organisasi dengan maksud agar seluruh pegawai mengetahui aturan untuk berintegritas yang baik dan melaksanakan kegiatannya dengan sepenuh hati dengan berlandaskan pada nilai etika yang berlaku untuk seluruh pegawai tanpa terkecuali. Integritas dan nilai etika tersebut perlu dibudayakan, sehingga akan menjadi suatu kebutuhan bukan keterpaksaan. Oleh karena itu, budaya kerja yang baik pada instansi pemerintah perlu dilaksanakan secara terus menerus tanpa henti.

Selanjutnya, dibuat pernyataan bersama untuk melaksanakan integritas dan nilai etika tersebut dengan menuangkannya pada suatu pernyataan komitmen untuk melaksanakan integritas. Pernyataan ini berupa pakta (pernyataan tertulis) tentang integritas yang berisikan komitmen untuk melaksanakannya. Selain itu, kompetensi (sub unsur 1.2) yang merupakan kewajiban pegawai di bidangnya masing-masing.

Komitmen yang dilaksanakan secara periodik tersebut perlu dipantau dan dalam pelaksanaannya perlu diimbangi dengan adanya kepemimpinan yang kondusif (sub unsur 1.3) sebagai pemberi teladan untuk dituruti seluruh pegawai. Agar dapat mendorong terwujudnya hal tersebut, maka diperlukan aturan kepemimpinan yang baik. Aturan tersebut perlu disosialisasikan kepada seluruh pegawai untuk diketahui bersama.

Demikian juga, struktur organisasi perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan (sub unsur 1.4) dengan pemberian tugas dan tanggung jawab kepada pegawai dengan tepat (sub unsur 1.5). Terhadap struktur yang telah ditetapkan, perlu dilakukan analisis secara berkala tentang bentuk struktur yang tepat. Diperlukan pembinaan sumber daya manusia (sub unsur 1.6) yang tepat sehingga tujuan organisasi tercapai. Disamping itu, keberadaan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) (sub unsur 1.7) perlu ditetapkan dan diberdayakan secara tepat agar dapat berperan secara efektif. Hal lainnya yang perlu dibangun dalam penyelenggaraan lingkungan pengendalian yang baik adalah menciptakan hubungan kerja sama yang baik (sub unsur 1.8) diantara instansi pemerintah yang terkait.

Untuk membangun kondisi yang nyaman sebagaimana disebutkan di atas, maka lingkungan pengendalian yang baik harus memiliki kepemimpinan yang kondusif. Kepemimpinan yang kondusif diartikan sebagai situasi dimana pemimpin selalu mengambil keputusan dengan mendasarkan pada data hasil penilaian risiko. Berdasarkan kepemimpinan yang kondusif inilah, maka muncul kewajiban bagi pimpinan untuk menyelenggarakan penilaian risiko di instansinya.

Penilaian risiko dengan dua sub unsurnya, dimulai dengan melihat kesesuaian antara tujuan kegiatan yang dilaksanakan instansi pemerintah dengan tujuan sasarannya, serta kesesuaian dengan tujuan strategik yang ditetapkan pemerintah. Setelah penetapan tujuan, instansi pemerintah melakukan identifikasi risiko (sub unsur 2.1) atas risiko intern dan ekstern yang dapat mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan tersebut, kemudian menganalisis risiko (sub unsur 2.2) yang memiliki probability kejadian dan dampak yang sangat tinggi sampai dengan risiko yang sangat rendah.

Berdasarkan hasil penilaian risiko dilakukan respon atas risiko dan membangun kegiatan pengendalian yang tepat (sub unsur 3.1 sampai dengan 3.11). Dengan kata lain, kegiatan pengendalian dibangun dengan maksud untuk merespon risiko yang dimiliki instansi pemerintah dan memastikan bahwa respon tersebut efektif. Seluruh penyelenggaraan unsur SPIP tersebut haruslah dilaporkan dan dikomunikasikan (sub unsure 4.1 dan 4.2) serta dilakukan pemantauan (sub unsur 5.1 dan 5.2) secara terus-menerus guna perbaikan yang berkesinambungan.

Gambar di atas juga memberikan pemahaman, bahwa kelima unsur SPIP tersebut dapat berlaku baik pada tingkat instansi secara keseluruhan maupun pada fungsi/aktivitas tertentu saja.


Rabu, 25 Juli 2012

KUE APEM

Bahan :
- 1 kg tepung beras
- 1/2 kg gula pasir
- 1/4 kg tape singkong
- 750 ml air kelapa
- 1,5 liter santan dari 1 butir kelapa
- 1/2 bks fermipan
- 1 butir telur
- Garam secukupnya
- Daun Pandan secukupnya


Cara membuat :
  1. Buang serat pada tape dan hancurkan. Tambahkan gula, garam dan sebagian air kelapa. Kocok sampai gula larut.
  2. Masukkan tepung beras sedikit demi sedikit bergantian dengan sisa air kelapa sambil diaduk rata. Pukul-pukul adonan sampai sedikit mengembang. Diamkan semalam.
  3. Rebus santan bersama daun pandan. Masukkan santan hangat ke dalam adonan yang telah didiamkan semalam. Aduk rata.
  4. Masukkan fermipan. Diamkan selama 15 menit. Masukkan telur. Aduk rata.
  5. Panaskan cetakan dan olesi dengan minyak.
  6. Cetak adonan. Masak hingga matang. Bisa ditambahkan nangka supaya lebih enak.
  7. Silahkan mencoba.